PERSONAL SOCIAL RESPONSIBILITY

 

Seorang kawan dari negeri entah berantah yang menjadi teman diskusiku ditengah malam. Si kawan ini disetiap pembicaraannya selalu mendiskreditkan cara perusahaan tempatku bekerja dalam melakukan program CSR (Corporate Social Responsibility) . Saya sangat kasihan sekali melihat tempatmu bekerja, masa perusahaan sebesar itu tidak mempunyai program CSR yang bagus. Kamu sebagai orang local disitu harusnya bisa berbuat lebih banyak dalam mendorong program CSR. Gaya bicaranya memang seperti itu, pedas dan to the point. 

Awalnya aku merasa tersentil juga dengan apa yang disampaikannya, tetapi memang itu adalah pendapat pribadinya dan itu tidak bisa kusangkal karena memang demikianlah kenyataannya. Sebagai orang yang terbuka aku harus bisa menerima kritikan. Mungkin karena rasa loyalitasku terhadap perusahaan hanya setebal kulit ari sehingga aku dengan santainya menanggapi kritikan pedasnya tersebut. Aku hanya bilang apalah artinya aku ini, bukan orang yang dapat membuat kebijakan. Jadi ya begitulah adanya…hahahaha.

Cerita mulai mengalir dari bibirnya. Sikawan ini adalah pekerja social yang telah mendedikasikan dirinya bulat-bulat untuk memuaskan rasa sosialis nya..Istilah nya dia adalah PSR (Personal Social Responsibility) sama dengan konsep CSR kalau di perusahaan, tapi kalau PSR ini adalah lebih kepada panggilan jiwa. 

Bercerita bahwa dia sekarang sedang membantu mendirikan sebuah sekolah yang terletak di sebuah desa dalam wilayah Magelang - Jawa Tengah, yang sampai sekarang tidak tersentuh bantuan bencana alam meletusnya gunung merapi. Ternyata masih banyak daerah korban bencana merapi yang luput dari bantuan pemerintah dan donatur. Karena bencana Merapi identik dengan Yogyakarta sehingga banyak bantuan yang mengalir ke Yogyakarta sedangkan daerah lain seperti Muntilan dan Magelang tidak tersentuh padahal kerusakan akibat bencana tersebut lebih parah didaerah tersebut daripada  daerah Yogyakarta.

Berapa banyak sekolah yang hancur dan berapa banyak anak-anak yang tidak pernah sekolah lagi sejak bencana merapi. Si kawan dan beberapa orang yang perduli merasa terpanggil untuk berbuat apa yang mereka bisa lakukan. Dengan menggalang dana mereka mulai membangun 5 unit kelas Sekolah Dasar dan setelah sekolah pertama ini selesai akan dilanjutkan dengan pembangunan sekolah berikutnya. 

Selain project sekolah ini, sikawan juga mempunyai beberapa kegiatan sosial dibeberapa daerah di Indonesia, Yogya, Bali, Aceh dan Sangatta di Kalimantan Timur. Sikawan telah mendirikan sanggar khusus untuk anak-anak korban kekerasan, anak dengan kebutuhan khusus, dan anak yang tidak mampu. Mengajak mereka untuk mengerti konsep belajar dari alam dan mempelajari tanda-tanda alam hal yang tidak pernah ditemui didalam konsep pendidikan dasar konvensional di Indonesia. 

Selain minat terhadap pendidikan anak-anak kaum minoritas, sikawan juga concern terhadap permasalahan Gender. Dari sikawan ini lah aku tahu bahwa ternyata ada juga istilah kekerasan dalam pacaran, dan itu bisa diproses secara hukum dengan dakwaan perbuatan tidak menyenangkan. Hmmm..bikerpul guys..!!

Sikawan banyak membantu kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan karena ternyata profesinya juga sebagai pengecara. Memang kenyataannya bahwa perempuan sering menjadi korban kekerasan secara psikis maupun secara emosional dan survey membuktikan bahwa kasus-kasus tersebut disebabkan oleh tindakan yang tidak bertanggung jawab dari pasangannya yang notabene adalah kaum laki-laki..so guys what do you think about it??

Dari pengalamannya yang diceritakannya secara bersambung selama tiga malam, diwaktu yang tidak biasa.. tengah malam sampai menjelang pagi, aku seperti diingatkan dan disadarkan. Mana rasa perdulimu dengan sesama ? Apa yang bisa kamu lakukan untuk orang lain? Mana rasa personal social responsibility mu?? Selama ini aku hanya perduli dengan keluargaku saja, mencukupi mereka dengan kebutuhannya, pendidikan adekku, menjaga ibu agar tetap selalu sehat dan bisa menikmati hari tuanya tanpa kekurangan sesuatu apapun..jadi sekarang hanya sampai disitu saja PSR ku. 

Berdiskusi dengan sikawan cukup bisa membuka mata dan fikiran ku, bahwa ada tanggungjawab sosial dari rezeki dan kemampuan yang dititipkan Allah kepada kita untuk disampaikan kepada yang membutuhkannya. Berapa banyak uang yang kukeluarkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak begitu penting, baju 1 lemari dan tidak semuanya aku pakai, sepatu berpasang-pasang sampai rak sepatuku tidak muat lagi, seandainya uang tersebut kugunakan untuk kegiatan sosial pasti akan jauh lebih bernilai dan bermanfaat.

Tidak ada kata terlambat untuk melakukan perbaikan. Mulailah dari sekarang!!!

Ada satu kalimat dari sikawan yang kuingat, kalau keberadaan kita tidak memberi manfaat dan tidak merubah apapun hanya untuk gagah-gagahan doang, maaf-maaf sajalah…

Terima kasih R.D. atas cerita yang memberi inspirasi, juga sudah bersedia menemaniku sampai pagi..

That’s what friend are for…


Komentar

  1. konon di dalam harta kita ada sebagian milik kaum dhuafa.

    semangat..!!
    mudah2an hidup kita bsa memberikan manfaat yang baik untuk dunia :)

    BalasHapus
  2. Bener banget..dan kewajiban kita untuk menyalurkan nya kepada kaum dhuafa..Memberi manfaat kepada sesama itu menimbulkan gairah tersendiri...awas ketagihan.

    BalasHapus

Posting Komentar