Kehidupan berumah tangga tentunya tidak mudah, ada banyak
hal yang menjadi perhatian dan masalah yang harus dilewati.
Aku yang baru menghadapi kehidupan rumah tangga setelah
memasuki usia matang dan suami juga telah mempunyai pengalaman yang panjang
sebelumnya, sehingga kami bisa memandang setiap masalah secara lebih jelas dan relatif
mudah diatasi. Easy going dan positive thinking adalah kunci sukses dalam menghadapi
permasalahan. Bisa aja orang bilang aku
masih fine-fine aja karena pengantin baru dan belum panjang perjalanannya. Ya
emang benar sih gitu, tapi diawal start ini adalah sangat menentukan bagaimana
kita menangani masalah. Cara penanganan yang tepat dari awal akan berdampak
pada perjalanan selanjutnya. Menurutkan diawal kehidupan rumah tangga inilah
critical pointnya, dimana masa-masa pengantin baru adalah masa penyesuaian dan
adaptasi antara dua orang yang mempunyai sifat dan latar belakang yang
berbeda. Mulus kita lalui masa adaptasi
dan penyesuaian maka jalan selanjutnya akan lancar jaya.
Para tetangga tau kan gimana rasanya kalau menghadapi
kebiasaan buruk pasangan kita? Secara sadar kita sendiripun mempunyai kebiasaan
buruk juga,because no body perfect. Aku
mempunyai cara sendiri untuk mengatasi kebiasaan buruk yang tidak kita sukai
dari pasangan. Pertama aku menetapkan skala toleransi. Skala tertinggi adalah
untuk kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kenyamanan orang lain, membahayakan
orang lain dan dirinya sendiri. Skala medium adalah yang masih bisa aku terima
tetapi harus ada tindakan perbaikan, dan skala minimum adalah kebiasaan yang
aku anggap itu adalah keunikannya.
Suamiku seorang
perokok berat, sedangkan aku sangat
tidak tahan mencium asap rokok. Kebiasaan buruk merokok suamiku adalah skala
toleransi tertinggi. Ak sudah berusaha untuk memberikan pengertian tentang
bahay merokok tapi tidak membuat suamiku ketakutan dan langsung berhenti
merokok. Pernah juga aku memberikan tantangan buat suamiku, kita akan beli
mobil Fortuner kalau ayah bisa berhenti merokok, berhasilkah cara seperti itu? Tidak
juga. Berarti mobil Fortuner pun kurang memberi motivasi buat suamiku untuk
berhenti merokok. Kemudian kami membuat kesepakatan bersama yang bisa membuat
kami sama-sama merasa nyaman. Suamiku bersedia untuk tidak merokok didalam
rumah atau merokok disekitarku dan aku berusaha untuk memberikan asupan gizi
buat suamiku untuk meminimalkam efek rokok untuk kesehatannya. Buah-buahan dan
sayur selalu kusiapkan buat suamiku, bahkan aku membuatkan ramuan pencuci
paru-paru untuk suamiku. Aku ingin
suamiku berhenti merokok untuk kesehatannya, tetapi sampai dengan saat ini usahaku
belum berhasil, dan memang keinginan berhenti merokok harus datang dari suamiku
sendiri. Sementara ini aku menjalankan
usaha-usaha perbaikan gizi dan ramuan pencuci paru-paru itu juga untuk menjaga
suamiku untuk tetap sehat. Walapun goalku tidak tercapai tetapi kami mempunyai
solusi untuk mengatasi masalah.
Bagaimana dengan kebiasaan buruknya yang lain? Seperti susah
bangun tidur adalah termasuk dalam skala toleransi tingkat medium. Karena
apabila suamiku bangun terlambat maka semua jadwal hari itu akan kacau. Kami
akan terlambat masuk kantor, kena sanksi disiplin dari kantor dan pastinya mood
seharian itu akan berantarakan. Caraku mengatasinya adalah dengan membangunkan
suamiku secara bertahap. Membangunkan pertama adalah sekitar 30 menit sebelum
waktu seharusnya suamiku bangun. Pelan-pelan aku peluk dan kuciumi suamiku
beberapa saat sambil membisikan bangun sayaaang, sampai dengan matanya membuka
dan melihatku. Dan suamiku akan menggeliat dan menarik selimutnya menutupi
seluruh badannya dari ujung kepala sampai ujung kaki kayak kepompong. Aku akan
meninggalkannya untuk melanjutkan pekerjaanku mempersiapkan sarapan dan bekal
makan siang.Setelah beres pekerjaanku, kembali aku kekamar untuk membangunkan
suamiku dengan cara menepuk-nepuk lembut pipinya. Sambil aku menyiapkan baju dan perlengkapan
kerjaku. Kemudian aku pergi mandi.
Setelah mandi aku kembali kekamar suamiku sudah duduk
ditempat tidur dengan mata masih merem melek..lucu banget kalau melihat dia
saat seperti itu. Baru kemudian aku akan mengajak dia bercerita apa saja untuk
mencari perhatiannya sehingga dia bisa terjaga 100 %. Tidak ada kata-kata keras
untuk membangunkannya, tidak ada kemarahan yang dapat merusak mood seharian dan
suamiku berhasil kubangunkan tepat waktu untuk mandi dan bersiap-siap kekantor.
Lalu apa kebiasaan buruknya yang masuk dalam skala toleransi
minimum? Tidak meletakan handuk, sarung, piring atau gelas ketempat yang
seharusnya. Hal yang seperti ini bukan menjadi masalah besar bagiku, aku anggap
sebagai pelayanan seorang istri kepada suaminya. Aku akan membereskan semua
ketidak teraturannya dengan hati yang lapang.
Pada akhirnya yang ingin aku bagi adalah bagaimana kita
bertoleransi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, bukan untuk menundukan
suami untuk selalu mentaati peraturan kita karena nantinya akan berujung pada penilaian
suami yang takut dengan istri dimana suami hanya patuh kepada semua aturan
istri hanya karena tidak ingin terjadi keributan.
Komentar
Posting Komentar